Perkembangan AI Peluang dan Tantangan Dalam Karir Bagi Generasi Saat ini - Article Politeknik AI BMD
Teknologi

Perkembangan AI Peluang dan Tantangan Dalam Karir Bagi Generasi Saat ini

Oleh Bayu Yanuargi, S.Si, M.Kom (Dosen AI & Robotics PLAI BMD)

03 Juni 2025 Teknologi
perkembangan-ai-peluang-dan-tantangan-dalam-karir-bagi-generasi-saat-ini
  • Perkembangan AI Terkini

Dalam satu dekade terakhir, Artificial Intelligence (AI) telah berkembang dari teknologi eksperimental menjadi kekuatan utama yang membentuk masa depan dunia. Kemajuan pesat dalam komputasi, ketersediaan data besar (big data), dan peningkatan algoritma pembelajaran mesin telah membuat AI mampu melakukan tugas-tugas kompleks yang dulunya hanya dapat dilakukan oleh manusia. Dari sistem rekomendasi film hingga mobil tanpa pengemudi, AI semakin hadir dalam berbagai aspek kehidupan kita. Perkembangan ini bukan hanya soal teknologi, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai manusia merespons perubahan besar yang dibawanya.

Jumlah kunjungan ke situs-situs AI menurut negara per Januari 2024, yang menggambarkan seberapa besar minat dan adopsi teknologi kecerdasan buatan di masing-masing negara. Amerika Serikat mendominasi dengan jumlah kunjungan yang sangat tinggi, yakni 5,5 miliar, menandakan posisi AS sebagai pemimpin global dalam pemanfaatan dan eksplorasi teknologi AI. Di posisi kedua, India mencatatkan 1,5 miliar kunjungan, disusul Filipina dengan 742 juta kunjungan. Negara-negara lain seperti Jepang, Brasil, dan Indonesia juga menunjukkan minat signifikan, masing-masing dengan lebih dari 500 juta kunjungan. Sementara itu, negara seperti Jerman, Inggris, Kanada, dan Prancis memiliki tingkat kunjungan yang lebih rendah namun tetap substansial. Grafik ini mengindikasikan bahwa adopsi AI bersifat global, tetapi terdapat konsentrasi penggunaan yang sangat tinggi di negara-negara dengan populasi besar atau pusat teknologi canggih.

Transformasi signifikan akibat AI dapat dirasakan hampir di semua sektor industri. Dunia kesehatan, misalnya, kini memanfaatkan AI untuk diagnosis penyakit secara akurat dan pengembangan obat. Di bidang keuangan, algoritma cerdas digunakan untuk analisis risiko dan deteksi penipuan. Industri kreatif pun tidak luput—dengan hadirnya AI generatif yang mampu menciptakan karya seni, musik, dan tulisan. Bahkan sektor pertanian dan manufaktur kini mulai mengandalkan sistem cerdas untuk efisiensi produksi. AI telah menjadi katalis dalam revolusi industri keempat yang mengubah struktur kerja dan keterampilan yang dibutuhkan.

Pada Grafik yang ditampilkan di atas, menunjukkan persentase penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai bidang pekerjaan per Oktober 2024. Bidang pemasaran dan penjualan menempati posisi teratas dengan penggunaan AI sebesar 44%, diikuti oleh layanan konsumen (40%) dan efisiensi operasional (37%). Sementara itu, analisis data dan pelaporan serta pengembangan produk masing-masing mencatat angka 32% dan 31%. Penggunaan AI juga mulai merambah ke bidang sumber daya manusia (27%), riset dan pengembangan (24%), serta studi akademik dan penelitian (23%). Adapun manajemen keuangan menempati posisi terakhir dengan 21%, menunjukkan bahwa meskipun AI telah menyebar luas, implementasinya masih bervariasi tergantung pada kebutuhan dan karakteristik bidang pekerjaan.

Dalam konteks ini, memahami pengaruh AI terhadap prospek karir menjadi hal yang sangat mendesak, khususnya bagi generasi muda yang akan memasuki atau sedang berada di dunia kerja. Perubahan yang dibawa AI tidak hanya menggeser jenis pekerjaan yang tersedia, tetapi juga menciptakan profesi baru yang belum pernah ada sebelumnya. Tanpa pemahaman yang cukup tentang tren dan implikasi AI, generasi muda berisiko tertinggal, tidak siap bersaing, atau bahkan kehilangan peluang untuk tumbuh dalam ekosistem kerja masa depan.

Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang bagaimana perkembangan AI menciptakan peluang dan tantangan dalam dunia kerja saat ini dan ke depan. Dengan memetakan dampak positif serta potensi risiko dari integrasi AI dalam kehidupan profesional, artikel ini diharapkan dapat menjadi referensi yang berguna bagi pelajar, mahasiswa, profesional muda, dan pembuat kebijakan untuk membentuk strategi adaptif di era digital yang kian cepat berubah.

Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mencakup berbagai teknologi yang memungkinkan mesin meniru kemampuan manusia, seperti belajar, berpikir, dan mengambil keputusan. Secara umum, AI terbagi ke dalam beberapa cabang utama, seperti Machine Learning (pembelajaran mesin) yang memungkinkan sistem belajar dari data, Deep Learning yang menggunakan jaringan saraf tiruan berlapis untuk memproses informasi kompleks, Natural Language Processing (NLP) yang memungkinkan pemahaman dan interaksi bahasa alami oleh mesin, serta Computer Vision yang memungkinkan komputer mengenali dan memahami gambar atau video. Lingkup AI semakin luas dan telah diadopsi di berbagai bidang mulai dari layanan kesehatan, pendidikan, industri manufaktur, hingga hiburan.

Lompatan teknologi AI dalam beberapa tahun terakhir sangat signifikan. Munculnya model bahasa besar (Large Language Models/LLM) seperti GPT telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan teknologi melalui sistem percakapan yang semakin natural dan cerdas. Teknologi seperti AutoML (Automated Machine Learning) memungkinkan otomatisasi proses pembelajaran mesin, sehingga mempercepat pengembangan model AI tanpa perlu keterlibatan teknis mendalam. Selain itu, kemunculan AI Generatif—yang mampu menciptakan teks, gambar, musik, hingga kode program—menunjukkan potensi AI yang tidak hanya bersifat analitis tetapi juga kreatif. Perkembangan ini membuka peluang besar namun juga menuntut pemahaman yang mendalam tentang risiko dan etika penggunaannya.

  • Peluang AI dalam Dunia Karir

Perkembangan AI telah melahirkan berbagai profesi baru yang sebelumnya tidak pernah ada, seperti AI Engineer, Prompt Engineer, Data Ethicist, hingga AI Product Manager. Profesi-profesi ini menjadi semakin penting dalam dunia kerja modern yang semakin bergantung pada kecerdasan buatan. Selain itu, AI juga berperan sebagai augmentasi terhadap pekerjaan manusia, membantu meningkatkan produktivitas, efisiensi operasional, dan mempercepat proses inovasi di berbagai sektor industri. Dengan adanya AI, tugas-tugas yang repetitif dan memakan waktu kini bisa diotomatisasi, memungkinkan manusia untuk lebih fokus pada aspek strategis dan kreatif dari pekerjaannya.

Tak hanya terbatas pada bidang teknis, peluang karir di bidang non-teknis juga semakin terbuka lebar seiring berkembangnya AI. Misalnya, pemasaran kini memanfaatkan AI untuk personalisasi kampanye, sementara bidang UX berperan dalam merancang pengalaman pengguna yang ramah untuk sistem berbasis AI. Di sisi lain, manajer proyek kini dituntut mampu mengelola proyek teknologi yang melibatkan AI secara efektif. Bahkan dalam dunia wirausaha, AI menjadi alat bantu yang luar biasa—dari otomatisasi konten media sosial, analisis tren pasar, hingga pembuatan prototipe produk. Banyak generasi muda telah membuktikan kesuksesannya dengan memanfaatkan AI sebagai keunggulan kompetitif dalam membangun karier dan usaha, menunjukkan bahwa AI bukan sekadar teknologi, tapi katalisator untuk masa depan yang lebih produktif dan kreatif.

Many Companies are Looking for Individuals who can Work as Prompt Engineers  and AI Heads

Grafik dari LinkedIn Economic Graph Research Institute di atas menunjukkan pertumbuhan minat terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan AI di berbagai negara, diukur berdasarkan dua indikator: pertumbuhan jumlah orang yang melihat lowongan kerja AI (AI job views) dan pertumbuhan jumlah pelamar kerja di bidang AI (AI job applications).

Amerika Serikat menempati posisi tertinggi dengan pertumbuhan views sebesar 21% dan applications sebesar 19%, jauh di atas rata-rata global masing-masing sebesar 12% dan 11%. Brazil dan Inggris juga menunjukkan pertumbuhan signifikan, dengan Brazil mencatat 18% views dan 15% applications, sedangkan Inggris berada di angka 14% dan 12%. Australia bahkan memiliki applications lebih tinggi (16%) dibanding views (12%), menunjukkan antusiasme tinggi dalam melamar kerja AI meski exposure-nya lebih rendah. Sementara negara-negara seperti Prancis, Jerman, dan India mencatat pertumbuhan di bawah rata-rata global, mengindikasikan bahwa adopsi dan minat terhadap pekerjaan AI masih berkembang secara bertahap. Kesimpulannya, minat terhadap karir di bidang AI tumbuh pesat secara global, namun tingkat pertumbuhannya sangat bervariasi tergantung pada negara dan konteks pasar kerja lokal.

Sejak tahun 2020, AI telah menciptakan lebih dari 500.000 pekerjaan baru secara global, menunjukkan dampak besar teknologi ini terhadap pasar kerja dunia. Dalam segmen AI voice assistant, Apple (Siri) dan Google (Google Assistant) mendominasi pasar masing-masing dengan pangsa sebesar 36%, diikuti oleh Microsoft (Cortana) dengan 25% dan Amazon (Alexa) 19%. Sementara itu, dalam pasar smart speaker berbasis AI, Amazon memimpin dengan pangsa pasar sebesar 28,9%, disusul Google (19,1%), Baidu (13,1%), Alibaba (12,7%), dan Apple (5,9%). Data ini menunjukkan bahwa selain membuka lapangan kerja, AI juga menjadi arena persaingan utama di industri teknologi, terutama dalam pengembangan asisten suara dan perangkat pintar berbasis AI.

  • Tantangan yang Dihadapi Generasi Saat Ini

Generasi saat ini menghadapi berbagai tantangan signifikan akibat pesatnya perkembangan teknologi AI dan otomatisasi. Salah satu kekhawatiran utama adalah job displacement, di mana pekerjaan yang bersifat rutin dan repetitif mulai tergantikan oleh mesin pintar dan sistem otomatis. Kondisi ini diperparah oleh kesenjangan keterampilan (skill gap) yang lebar antara lulusan sistem pendidikan konvensional dan kebutuhan riil industri yang kini menuntut pemahaman tentang data, teknologi, dan pemikiran kritis. Sementara itu, isu etika dalam penggunaan AI juga semakin mengemuka, seperti munculnya diskriminasi algoritma dan pelanggaran privasi data, yang berpotensi menciptakan ketidakadilan dalam keputusan berbasis teknologi.

50+ AI Job Loss Statistics & Trends Demystified [2025]

Selain itu, tantangan non-teknis seperti tekanan mental dan sosial juga menjadi sorotan penting. Ketidakpastian terhadap masa depan pekerjaan dan keharusan beradaptasi secara cepat terhadap perkembangan teknologi dapat memicu kecemasan, terutama di kalangan generasi muda. Perubahan ini juga tidak dialami secara merata. Masih terdapat kesenjangan akses terhadap teknologi AI, baik antara wilayah perkotaan dan pedesaan, maupun antara kelompok ekonomi bawah dan menengah ke atas. Ketimpangan ini bisa menyebabkan terjadinya digital divide yang semakin memperlebar jurang ketidaksetaraan sosial dan ekonomi jika tidak segera diatasi melalui kebijakan inklusif dan pembaruan sistem pendidikan yang relevan.

  • Strategi Adaptasi dan Kesiapan Generasi Muda

Untuk menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perkembangan AI, generasi muda perlu dibekali dengan strategi adaptasi yang kuat dan berkelanjutan. Salah satu langkah krusial adalah mengintegrasikan literasi AI sejak dini ke dalam kurikulum sekolah dan perguruan tinggi agar siswa tidak hanya menjadi pengguna teknologi, tetapi juga pencipta dan pengelola sistem cerdas. Selain itu, program upskilling dan reskilling melalui pelatihan AI dan sertifikasi digital sangat penting untuk membekali generasi muda dengan kompetensi yang relevan. Inisiatif ini tidak hanya berguna untuk calon profesional teknologi, tetapi juga bagi individu di bidang lain yang ingin memahami dan menerapkan AI dalam profesi mereka.


How Are Small Businesses Using AI in 2024? [New Data]

Strategi adaptasi yang efektif juga mencakup kolaborasi lintas disiplin, di mana AI diintegrasikan ke dalam bidang seni, hukum, psikologi, dan lainnya untuk menciptakan solusi yang lebih manusiawi dan inklusif. Peran institusi pendidikan dan pemerintah sangat vital dalam menciptakan ekosistem pembelajaran yang mendorong munculnya talenta AI berkualitas dan beretika. Tak kalah penting, budaya inovasi dan kewirausahaan digital harus ditumbuhkan agar generasi muda tidak hanya mencari pekerjaan, tetapi juga mampu menciptakan lapangan kerja baru melalui pemanfaatan teknologi AI. Dengan pendekatan ini, generasi muda dapat bertransformasi menjadi pelaku utama dalam ekonomi digital masa depan.

  • Jawaban Atas Tantangan dan Tekanan dalam Dunia AI

Oleh karena dalam menghadapi tantangan tersebut, Politeknik AI Budi Mulia Dua (PLAI BMD) didirikan sebagai politeknik artificial intelligence (AI) pertama di Indonesia yang menawarkan pendidikan yang menekankan keterampilan dan penguasaan teknis di bidang digital untuk mencetak talenta digital unggulan. PLAI BMD didirikan melihat pesatnya perkembangan dunia digital dan tingginya kebutuhan talenta digital di Indonesia. Pada 2030, Indonesia diperkirakan membutuhkan 9 juta talenta digital, dan berlipat kali lebih banyak terkait kebutuhan talenta AI dengan kepakaran spesifik di bidang digitalisasi.

Untuk itu, PLAI BMD menawarkan tiga program studi unggulan, yaitu Kecerdasan Buatan & Robotika, Sains Data Terapan, dan Rekayasa Keamanan Siber. Diperkuat pengajar profesional dan praktisi andal, kurikulum PLAI BMD terdiri dari 70 persen praktik dan 30 persen teori, serta telah menjalin kerja sama dengan 13 mitra industri.

Berdiri pada April 2025, PLAI BMD berada di bawah naungan Yayasan Perguruan Tinggi Budi Mulia Dua, yayasan yang didirikan oleh Tokoh Reformasi Prof Amien Rais dan keluarga yang berkomitmen dalam pengembangan pendidikan sebagai wujud amal kehidupan. Untuk menunjang pembelajaran digital, Kampus PLAI BMD yang berada di Jalan Raya Tajem, Panjen, Wedomartani, Ngemplak, Sleman, DIY dilengkapi berbagai fasilitas representatif seperti kelas-kelas modern dan laboratorium digital dengan teknologi terkini.