Membangun Peradaban dengan Kecerdasan Buatan - Article Politeknik AI BMD
Artificial Intelligence

Membangun Peradaban dengan Kecerdasan Buatan

Oleh Dr. Ing. Ridho Rahmadi, M.Sc. (Direktur PLAI BMD)

29 Mei 2025 Artificial Intelligence
membangun-peradaban-dengan-kecerdasan-buatan

Kecerdasan buatan atau artificial intellegence (AI) makin masif digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Namun saat ini kebanyakan AI lebih banyak dimanfaatkan untuk kepentingan ekonomi semata.


Padahal AI dapat digunakan secara luas untuk kemanfaatan umat dan masyarakat. AI juga dapat dimanfaatkan untuk membuat berbagai terobosan dalam memajukan peradaban.


Sebagian yang melihat AI hanya dari perspektif financial capital, akan terjebak dalam pikiran untung-rugi saja; apakah AI menghasilkan cuan, atau AI hanya sekedar euforiayang akan redup sebentar lagi, dan bahkan merugi.


Bangsa Indonesia seharusnya melihat AI dari sisi lain, seperti dari sisi human capital,social capital, dan intellectual capital. Ini sebuah cara pandang yang lebih Pancasilais, dan jauh dari materialistis.


Dengan ketiga perspektif tersebut, bangsa Indonesia akan menjadi lebih fokus pada pemanfaatan AI untuk turut membangun peradaban bangsa, baik dari aspek individu, masyarakat, kecerdasan pemikiran, maupun kehidupannya.


Itu semua sangat mungkin dikejar, jika kita menjadikan AI sebagai salah satu menu utama dari Research and Development, baik di kampus dan di industri, untuk menghasilkan berbagai macam inovasi.


Untuk itu, bangsa Indonesia butuh banyak terobosan dalam penggunaan AI untuk hal-hal positif bahkan untuk hal yang kerap dianggap simpel, seperti untuk memperbaiki tutur bahasa anak muda ketika mengirim pesan kepada orang tua, guru, dan temannya.


Kita juga membutuhkan AI yang mampu mengenali sekaligus menghapus atau menutup jalur, pornografi, hoax, konten negatif, judol, pinjol, yang masuk lewat sosial media, aplikasi berkirim pesan, game online, dan portal-portal di internet.


Langkah Mahkamah Agung (MA) yang menggunakan AI untuk memutuskan majelis hakim beberapa waktu lalu juga menjadi contoh sebuah terobosan, karena mampu menghindari konfigurasi majelis hakim pesanan.


Dalam contoh tersebut, AI menggunakan beberapa parameter di dalam membuat keputusan. Parameter-parameter ini mewakili berbagai faktor pertimbangan manusia yang dikomputasi secara stokastik, melalui proses optimasi yang berulang hingga ditemukan parameter terbaik.


Dengan dasar parameter (pertimbangan) paling optimal inilah, model AI memutuskan konfigurasi majelis hakim yang terbaik. Kemajuan komputasi saat ini mengizinkan model AI dilatih dengan jutaan bahkan miliaran parameter.


Melalui kemajuan teknologi tersebut, mungkinkah sekaligus menggunakan AI untuk menggantikan hakim? Jawaban singkatnya, selama semua aspek dan dasar pertimbangan yang digunakan hakim di dalam memutuskan sebuah perkara itu dapat dikuantifikasi atau direpresentasikan menggunakan angka, maka hal itu mungkin dilakukan.

Pada akhirnya, model AI dengan parameter paling optimal tersebut mampu menjadi “hakim” yang memutuskan perkara dengan adil dan yang paling penting, tidak bisa disuap seperti ditemui pada oknum penegak hukum kita.


Pemanfaatan AI di bidang hukum ini barangkali mewakili harapan banyak orang yang berharap keadilan diputus melalui proses yang baik dan semestinya tanpa memungut imbalan sepeserpun.


Selain di bidang hukum tersebut, AI juga dibutuhkan untuk bidang-bidang lain, seperti memperkuat keamanan siber demi meningkatkan kekuatan militer kita, juga membantu dunia kesehatan dan dunia pendidikan kita. Kalau kita berhasil melahirkan banyak terobosan AI, kita akan lebih diperhitungkan dalam peta kemajuan global.