Kemarau Basah dan Peran Artificial Intelligence dalam Prediksi Cuaca
Oleh Arwan Ahmad Khoiruddin, S.Kom., M.Cs (Wakil Direktur PLAI BMD)

Musim kemarau biasanya identik dengan cuaca kering dan minim hujan. Namun, belakangan ini, Indonesia mengalami fenomena yang disebut kemarau basah, di mana hujan tetap turun meskipun seharusnya musim kemarau. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai faktor atmosfer seperti sirkulasi siklonik, gelombang Kelvin, Rossby Ekuator, dan Madden-Julian Oscillation (MJO), yang menyebabkan terbentuknya awan hujan meskipun berada dalam periode kemarau.
Fenomena ini menimbulkan tantangan baru dalam sektor pertanian, pengelolaan air, dan mitigasi bencana. Untuk menghadapinya, teknologi Artificial Intelligence (AI) hadir sebagai solusi cerdas dalam menganalisis dan memprediksi pola cuaca yang kompleks.
Kemarau basah adalah kondisi di mana hujan tetap turun dengan intensitas cukup tinggi meskipun berada dalam periode musim kemarau. Fenomena ini dipicu oleh berbagai faktor atmosfer dan perubahan iklim yang memengaruhi pola cuaca di Indonesia. BMKG mencatat bahwa kemarau basah pernah terjadi pada 2023 di beberapa wilayah seperti Grobogan, Klaten, dan Sragen di Jawa Tengah.
AI mampu mengolah data iklim yang kompleks untuk memprediksi dan memahami fenomena seperti kemarau basah. Berikut beberapa penerapannya:
- Prediksi Kekeringan dengan Deep Learning Model AI seperti Long Short-Term Memory (LSTM) digunakan untuk memprediksi indeks kekeringan seperti Standardized Precipitation Index (SPI) dan Standardized Precipitation Evapotranspiration Index (SPEI). Model ini memanfaatkan data historis seperti curah hujan, suhu, dan kelembapan untuk memprediksi kondisi kekeringan atau kelembapan di masa depan.
- Integrasi Data Satelit dan Sensor AI dapat mengolah data dari satelit dan sensor untuk memantau kondisi atmosfer dan tanah secara real-time. Misalnya, data dari satelit seperti FY-4A QPE digunakan untuk mendeteksi awal terjadinya kekeringan dengan mengukur suhu dan kelembapan udara di permukaan bumi.
- Pemetaan Daerah Rawan dengan Machine Learning Metode seperti Random Forest digunakan untuk memetakan daerah rawan banjir atau kekeringan dengan menganalisis data curah hujan dan kondisi geografis. Pendekatan ini dapat diterapkan untuk mengidentifikasi daerah yang rentan terhadap kemarau basah.
- Peningkatan Akurasi Prakiraan Cuaca Model AI seperti CorrDiff dari Nvidia mampu meningkatkan resolusi data prakiraan cuaca, memungkinkan deteksi pola cuaca yang lebih rinci dan akurat.
- Pemanfaatan Indeks Iklim Global AI juga dapat mengintegrasikan data indeks iklim global seperti Southern Oscillation Index (SOI) dan suhu permukaan laut di wilayah NINO4 untuk meningkatkan akurasi prediksi kekeringan atau kelembapan yang tidak biasa, seperti fenomena kemarau basah.
Dengan kemampuan AI dalam memproses data besar dan mendeteksi pola kompleks, teknologi ini dapat digunakan untuk:
- Membantu petani dalam merencanakan jadwal tanam yang lebih tepat.
- Mengelola sumber daya air secara efisien.
- Meningkatkan sistem peringatan dini untuk bencana terkait cuaca.
- Mendukung pengambilan keputusan dalam kebijakan publik terkait iklim dan pertanian
Dengan menggabungkan berbagai pendekatan ini, AI dapat menjadi alat yang efektif dalam menganalisis dan merespons fenomena kemarau basah, membantu dalam perencanaan dan pengambilan keputusan yang lebih baik di sektor pertanian, pengelolaan air, dan mitigasi bencana.